Selamat Datang Ilmuan Kimia
Blog ini dirancang sebagai media yang diharapkan dapat membantu pengunjung
dalam menyelesaikan berbagai Laporan Praktikum Kimia.
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA II
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
ABSTRAK
Kelarutan merupakan ukuran jumlah maksimal zat terlarut
dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu. Kelarutan suatu zat
akan tergantung pada suhu dan tekanan yang diberikan dalam proses pelarutan
tersebut, semakin tinggi suhu yang diberikan akan semakin cepat dan besar juga
kelarutan yang dihasilkan. Proses penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu
dapat dilakukan dengan mengamati pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai
suhu yang digunakan dalam percobaan (20oC, 30oC dan 40oC).
Sedangkan penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan
berdasarkan hasil percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m
terhadap 1/T dan apabila tidak tergantung pada suhu, maka grafik log m
terhadap 1/T akan linier sehingga kalor diferensial pelarutan dapat ditentukan.
Berdasarkan hasil percobaan, bahwa suhu tinggi memang menghasilkan kelarutan
yang besar. Kalor pelarutan diferensial dari hasil
percobaan adalah sebesar -3140,37
J/mol.
Kata kunci : Kelarutan, suhu, tekanan, kalor pelarutan diferensial
BAB I PENDAHULUAN
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam
sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya
diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah.Larutan dikatakan jenuh pada
temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat
terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan
tidak jenuh. Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut
larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis
zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan.
Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada
pembuatan reaktor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan
integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses
pembuatan granul -granul pada industri baja. Oleh karena aplikasi kelarutan
yang bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan maka
praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu dilakukan.
1.2 Tujuan Percobaan
Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan
menentukan kalor pelarutan diferensial.
1.3 Prinsip Percobaan
Proses
penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu dapat dilakukan dengan mengamati
pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai suhu yang digunakan dalam
percobaan (20oC, 30oC dan 40oC). Sedangkan
penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan berdasarkan hasil
percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m terhadap 1/T dan
apabila tidak
tergantung pada suhu, maka grafik log m terhadap 1/T akan linier sehingga kalor
diferensial pelarutan dapat ditentukan.
2NaOH
+ H2C2O4 → Na2C2O4
+ 2H2O
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelarutan dan
Kalor Pelarutan
Suatu zat dikatakan tak larut, jika
zat tersebut larut dalam jumlah yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan
tergantung pada temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat
terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan
ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005).
Banyaknya kalor yang dilepaskan pada
saat proses pencairan disebut kalor pelarut. Suatu kalor pelarut biasa
diberikan simbol pelarutannya. Defenisi lain mengatakan bahwa
kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan
energi komponen larutan sebelum dicampurkan, dapat dituliskan sebagai berikut:
(Brady, 1999).
pelarut = H pelarut – H komponen
2.2 Larutan Jenuh
dan Persamaan Van’t Hoff
Larutan
jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah mencapai maksimal sehingga
penambahan solute dalam larutan lebih lanjut tidak dapat larut.Konsentrasi
solute dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat maka larutan
jenuhnya terjadi kesetimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya
dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul – molekul ion
dengan fase cair yang mengkristal menjadi fase padat. (Chang, 2005).
Persamaan
Van’t Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umum yang menyatakan tentang
hubungan tetapan kesetimbangan suatu proses dengan suhu pada tekanan tetap.
Adapun persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: (Atkins, 1990).
2.3 Titrasi dan
Indikator
Titrasi
merupakan bagian dari analis kimia yang didasarkan pada metode volumetri.
Proses titrasi dilakukan dengan melakukan penambahan secara hati-hati sejumlah
zat tertentu kepada zat lain hingga terjadi titik ekuivalen dan titik akhir
tittrasi. Dalam prakteknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi terjadi
secara bersamaan (Day dan Underwood, 2002).
Proses titrasi akan selalu menggunakan larutan standar primer
dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer merupakan larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui saat penimbangan. Sedangkan larutan standar
sekunder adalah larutan yang konsentrasinya akan diketahui setelah dititrasi
bersama larutan standar perimer. Indikator merupakan suatu zat warna yang larut
dengan perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH tertentu ( Brady,
1999).
2.4 Analisa Bahan
2.4.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan pelarut tidak
berwarna dengan konstanta dielektrik yang tinggi. H2O berguna
sebagai pelarut dalam beberbagai reaksi kimia. Akudes memiliki titik didih pada
suhu 100 0 C dan titik lebur yang mencapai suhu 0,0 0C
(Kusuma, 1983).
2.4.2.
Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat merupakan padatan
kristal dengan rumus umum H2C2O4 yang
sedikit larut dalam air. Asam oksalat menjadi anhidrat jika dipanaskan pada
suhu 110oC, termasuk asam yang sangat beracun. Asam oksalat memiliki
berat molekul (BM) sebesar 90,05 gr/mol (Daintith, 1994).
2.4.3 Indikator
PP (C2H14O4)
Indikator PP merupakan suatu
indikator yang umum digunakan dalam tittasi asam-basa. Indikator PP sangat
mudah larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya. C2H14O4
tidak memberikan perubahan warna pada kondisi di bawah pH=8 dan mamberikan
warna di atas pH=9,6 (Daintith, 1994).
2.4.4 Natrium
Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida mudah larut dalam
etanol maupun pelarut air. NaOH berwarna putih, lembab dan dapat menyerap gas
CO2 dari udara bebas. NaOH 50% pada temperatur tertentu dapat
sebagai media oksida anodik yang tumbuh pada baja (Burleigh, dkk, 2008;
Daintith, 1994).
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Kelarutan merupakan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut atau solute, untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut. Ada
2 reaksi dalam larutan, yaitu, eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke
lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari
zat- zat kimia yang bersangkutan akan turun
dan endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke
sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari
zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik.
Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung
sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Defenisi lain, adalah larutan yang partikel- partikelnya tepat habis
bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh
terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh.
Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya temperatur yang tinggi
berbeda kelarutan dengan temperatur rendah, banyaknya zat juga berbeda dengan
zat yang jumlahnya sedikit dilarutkan dan tekanan rendah juga akan berbeda kelarutannya
dengan tekanan tinggi.
Proses penentuan
kalor pelarutan diferensial dilakukan dengan cara menjenuhkan larutan asam
oksalat tersebut hingga tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut lagi,
pelarutan dengan menggunakan akuades pada suhu tertentu. Lalu dilakukan
penyesuaian suhu terhadap larutan asam oksalatnya yang sudah dijenuhkan
sebelumnya guna untuk melihat perbedaan kelarutan asam oksalat tersebut pada
setiap suhu yang diinginkan. Kemudian bentuk suhu asam oksalat dalam suhu yang
bervariasi (20oC, 30oC dan 40oC), setelah itu
ditepatkan asam oksalatnya dengan menggunakan pelarut akudes hingga pengenceran
mencapai volume 100 ml.
Setelah pengenceran
terhadap asam oksalat jenuh tersebut dengan akuades, lalu dilakukan pemipetan
sebanyak 5 ml dari total volume yang sudah diencerkan untuk dititrasi dengan
larutan NaOH menggunakan indikator PP. Indikator PP tidak memberikan perubahan warna pada kondisi
di bawah pH=8, yaitu pada kondisi indikator tersebut dimakukan ke dalam asam
oksalat dan akan mamberikan warna di atas pH=9,6 dimana kondisi tersebut
terjadi pada saat sudah dilakukan titrasi
dengan larutan basa NaOH. Perubahan warna menjadi merah mudah tersebut
menunjukkan bahwa pada hasil titrasi sudah pada pH di atas 9,6. Dalam
praktiknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi juga terjadi bersamaan saat
kondisi perubahan warna tersebut.
Titik
akhir titrasi merupakan suatu titik yang berlangsung saat kondisi kesetimbangan
antara titran dan titer terjadi dan menandakan bahwa berakhirnya proses
titrasi. Sedangkan titik ekuivalen merupakan titik yang terjadi saat mol titran
tan titrat mencapai kesimbangan secara sempurna. Secara teoritis, titik
ekuivalen akan terjadi terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh titik akhir
titrasi. Namun, berdasarkan fakta yang terjadi bahwa titik ekuivalen dan titik
akhir titrasi dalam praktiknya berlangsung bersamaan waktu. Setelah titrasi
berlangsung, catat volume NaOH
yang digunakan dalam titrasi tersebut untuk memuatnya ke dalam data hasil
praktikum yang dilakukan, kemudian data tersebut akan diolah menjadi bentuk
grafik guna untuk digunakan sebagai media dalam menentukan nilai kalor
pelarutan diferensial dari percobaan.
Kalor pelarutan merupakan perbedaan antara
energi setelah berupa cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan
tersebut. Hasil untuk percobaan menunjukkan bahwa suhu yang tinggi sangat
berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat. Kalor pelarutan diferensial
merupakan suatu pristiwa perubahan panas pelarutan yang timbul bila ditambahkan
sebanyak 1 mol zat terlarut dalam larutan dengan volume banyak.
Dalam percobaan ini, kelarutan asam oksalat
terbukti menunjukan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan (40oC),
maka kelarutannya akan semakin tinggi jika dibandingkan pada kondisi yang
mengunakan suhu rendah (20oC dan 30oC). Kelarutan pada
suhu 30oC juga lebih tinggi dibandingkan pada suhu 20oC. Dengan
demikian, pengaruh suhu terhadap kelarutan terbukti berbanding lurus. Sedangkan,
banyaknya kalor diferensial yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah sebesar -3140,37 J/mol.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1990. “Kamus Lengkap Kimia”. Rineka Cipta. Jakarta.
Burleigh,
T., D., Schmuki. P., Virtanen, S. 2008. “Properties Of The Nanoporus Anodic
Oxide Elektrochemically Grown On Steel In Hot 50% NaOH “: Materials and
Metalluargical Engineering Departement. New Mexico Tech. Acta. 45-53.
Brady,
J. 1999. “Kimia Universitas, Asas dan Struktur”. Bina Aksara. Jakarta.
Chang,
R. 2005. “Konsep-konsep Inti Kimia Dasar”. Erlangga. Jakarta.
Day,
R., A. Dan Underwood, A. L. 2002. ”Analisis Kimia Kuantitatif”. Edisi Ke-6.
Erlangga. Jakarta.
Daintith,
J. 1994. “Kamus Lengkap Kimia: Oxport”. Erlangga. Jakarta.
Kusuma, S. 1983.
“Pengetahuan Bahan-Bahan”. Erlangga. jakarta.
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II TENTANG KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU